Menepis Keraguan Hutang Indonesia Menurut Syahnan Phalipi

Jakarta – CBB.COM

Hutang Indonesia per Januari 2024 menurut data Kementrian
Keuangan (Kemenkeu) di awal 2024, naik menjadi Rp 8.253 T dengan rasio utang 39,57 persen dari total produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
Kenapa sih Indonesia berhutang?

Ketertinggalan infrastruktur dan masalah konektivitas menimbulkan tingginya biaya ekonomi yang harus ditanggung oleh masyarakat hingga rendahnya daya saing nasional.
Inilah yang menjadi dasar pemerintah mengakselerasi pembangunan infrastruktur demi mengejar ketertinggalan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Namun demikian, Pendapatan Negara belum cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan tersebut sehingga menimbulkan defisit yang harus ditutupi melalui pembiayaan/utang.

Utang negara dalam hal ini adalah Utang Pemerintah tidak termasuk Utang Swasta.
Utang merupakan Investasi dalam jangka panjang yang digunakan untuk membiayai belanja infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan akan menghasilkan multiplier effect besar untuk generasi saat ini dan mendatang.

Jadi yang dilakukan oleh Pemerintah saat ini dan yang akan datang secara perhitungan ekonomis adalah sharing manfaat yang jauh lebih besar dibandingkan dengan sharing beban yang ditanggung.

Dalam menilai utang kita juga harus melihat dari keseluruhan APBN dan perekonomian. Apabila diukur dari jumlah nominal dan rasio terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), defisit APBN dan posisi utang Pemerintah terus dikendalikan (jauh) dibawah ketentuan UU Keuangan Negara No. 17 tahun 2003 sebesar 60% per PDB.

Menurut Kemenkeu, meskipun terjadi fluktuasi, peningkatan utang pemerintah masih dalam batas aman, wajar, serta terkendali diiringi dengan diversifikasi portofolio yang optimal.

Berdasarkan jenisnya, utang pemerintah didominasi oleh instrumen SBN yang mencapai 88,53 persen dari seluruh komposisi utang pada akhir Desember 2023. Sementara berdasarkan mata uang, utang pemerintah didominasi oleh mata uang rupiah, yaitu mencapai 70,75 persen.

Kalau infrastruktur sudah bagus, transportasi akan lebih mudah.
Kalau transportasi mudah, biaya kirim barang jadi makin murah.
Semakin murah biaya kirim barang, akan semakin murah harga jual barang.
Kalau barang murah, masyarakat makin banyak yang bisa beli, perekonomian makin lancar, rakyat makin sejahtera, bukankah itu yang kita inginkan bersama?

Oleh karena itu, pembangunan tidak bisa ditunda lagi. Semakin lama, biaya pembangunan infrastruktur tertunda akan semakin mahal.

Selain itu, dari pembangunan infrastruktur tadi manfaat ekonomi dan sosialnya berlipat-lipat.
Kita akan mempunyai nilai tawar dan daya saing yang lebih tinggi.

Dr.Syahnan Phalipi,MM. MBA.Ketum.Founder DPP Hipmikindo. Ketua Dewan Pengarah KIA. Dewan PengarahKorps Gibran. Praktisi Management & Hukum.(M.M).

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*